HMI MEDIS UMM

Agar Hidup Bahagia

Posted by J Minggu, 29 Desember 2013 0 komentar
Sahabat yang semoga dirahmati Allah. Kita sebagai mukmin yang beriman pasti ingin mendapatkan kehidupan yang bahagia, namun masih banyak dari kita yang mencari kebahagiaan kemana-mana. Padahal kebahagiaan yang sesungguhnya ada pada diri kita masing-masing. kita tidak bisa pungkiri bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang sering dicari oleh manusia. kata bahagia merupakan kalimat yang ingin dicapai oleh kita termasuk muslim yang beriman. kebahagian bagi setiap orang berbeda-beda. Ada orang kaya yang bergelimang harta bilang bahwa bahagia itu banyaknya harta tapi mereka yang banyak harta ternyata masih banyak yang sirna kebahagiaannya, namun ada juga orang yang miskin bahagia dengan kehidupannya. Ada orang yang menyangka bahwa kebahagiaan itu karena banyak teman, link yang luas, popularitas yang tinggi, namun kenyataannya mereka tidak bahagia. banyak orang yang bilang bahwa kebahagiaan itu ketika kita pergi liburan keluar negeri, wisata keliling dunia, namun kenyataannya masih banyak dari mereka yang mendapatkan semua itu tapi sirna kebahagiaannya.
kebahagian yang sesungguhnya adalah ketika kita mampu beradaptasi pada setiap perubahan yang terjadi pada diri kita. maka ketika kita mendapatkan musibah maka kita sudah siap menghadapinya, begitu pula ketika kita sudah mendapatkan kebahagaiaan maka kita sudah siap untuk bahagia.
sahabat yang dirahmati Allah, kebahagian itu tidak didapat dengan mudah, kita harus mendapatkannya dengan usaha yang terus menerus. kebahagiaan itu adalah ketika kita tidak frustasi bila mendapatkan musibah atau cobaan dari Allah. kabahagiaan itu hanya bisa diwujudkan didalam diri seseorang. orang yang bahagia harus mampu bersyukur ketika mendapatkan nikmat Allah, bersabar ketika mendapatkan musibah, dan beristigfar ketika kita melakukan dosa-dosa. Adapun orang-orang yang bahagia maka mereka berada dalam jannah (surga). kekal didalamnya. Siapakah mereka? mereka adalah orang-orang yang qana'ah, menjaga lisannya, dan mereka yang beribadah kepada Allah.
Maka ingatlah sahabatku, bahwa kebahagiaan itu didapatkan ketika kita mampu bersyukur atas ni'mat yang Allah berikan pada kita, begitupun ketika Allah memberikan musibah pada kita maka kita bersabar.
sahabatku, percayalah akan keberadaan Allah. percayalah bahwa hanya Allah yang mampu memberikan kebahagiaan pada setiap hambanya. bersyukurlah atas apa yang Allah berikan pada kita. Yakin usaha akan sampai apabila kita barengi usaha kita dengan berdo'a kepada Allah. yakin Akan kedermawanan Allah Azza wazalla.
Semoga kita menjadi orang-orang yang bahagia yang sesungguhnya. semoga kita mendapatkan kebahagiaan didunia dan diakhirat yang merupakan puncak dari kebahagiaan.

Sahabat yang dirahmati Allah. dibawah ini saya sertakan nasehat dari ustadz Zainal Abidin, tentang tips dan cara agar hidup bahagia. semoga video ini bermanfaat bagi kita semua.

Putar video untuk melihat :



Nasehat bagi Sahabat : 


MOTTO
"Hidup tanpa tantangan tidak patut untuk dijalani, karena layang-layang terbang bukan mengikuti arus tapi justru menentangnya"
#salam PersahabatanRelated Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Read More..

Pemahaman Rancu Quraish shihab tentang Jilbab

Posted by J Sabtu, 28 Desember 2013 0 komentar

Sahabat yang dirahmati Allah. Pada kesempatan kali ini saya akan menguraikan pemahaman Quraish shihab tentang Jilbab yang sungguh menyakiti perasaan umat Islam. penjelasan yang sungguh tidak ada dasar dan Dalilnya dalam Al-Qur'an. Dimana sa'at ditanya oleh ibu-ibu tentang keluarganya yang tidak pakai jilbab, maka Quraish Shihab dengan entengnya menjawab bahwa jilbab itu menurut saya adalah pakaian terhormat.
Kritikan : Maka kami katakan bahwa pakaian terhormat menurut orang berbeda-beda. coba kita lihat pakaian terhormat menurut orang barat adalah pakaian yang telanjang. sedangkan pakaian terhormat menurut orang timur tengah berbeda lagi. jadi pernyataan yang dilontarkan oleh Quraish Shihab sungguh tidah ada dasarnya.
bukankah tidak beliau baca hadits nabi :
1. “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan ALLAH adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Ahzab : 59)
2. “Wahai anakku Fatimah! Adapun perempuan-perempuan yang akan digantung rambutnya hingga mendidih otaknya dalam neraka adalah mereka itu di dunia tidak mau menutup rambutnya daripada dilihat laki-laki yang bukan mahramnya” (HR. Bukhari & Muslim)
3. “Sesungguhnya sebilang ahli neraka adalah perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang condong pada maksiat dan menarik orang lain untuk melakukan maksiat, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya” (HR. Bukhari & Muslim)
4. “Hendaklah mereka (perempuan) melabuhkan kain kudung hingga menutupi dada mereka” (QS. An-Nur : 31)

Dari dalil-dalil diatas sudah jelas tentang kewajiban menutup aurat dan mengenakan jilbab bagi wanita dan masih banyak lagi dalil yang lainnya. Lantas apakah kita percaya dengan penyataan yang kontroversial dari Quraish Shihab. Marilah Sahabat, kita mulai berpikir kritis atas persoalan umat yang terus dibodohi oleh kaum-kaum SEPILIS(Sekulerisme, pluralisme, Liberalisme) ini.

Putar video untuk melihat :

Silahkan diresapi dan dikaji pernyataan dari Quraish Shihab diatas. :)


Nasehat untuk Sahabat :


MOTTO
"Hidup tanpa tantangan tidak patut untuk dijalani, karena layang-layang terbang bukan mengikuti arus tapi justru menentangnya"
#salam PersahabatanRelated Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Read More..

Pilihan Allah yang terbaik.

Posted by J Jumat, 27 Desember 2013 0 komentar

Sahabat yang dirahmati Allah. Kali ini saya akan memposting ceramah singkat yang saya Ambil dari link youtube, yufid Tv. kali ini akan membahas tentang pilihan yang terbaik untuk kita adalah pilihan dari Allah. Maka sahabat jangan hawatir dengan kehidupan ini ketika kita bersama dengan Allah. ketika kita sedang dalam kondisi ragu dengan pilihan yang terbaik bagi kita maka mohonlah petunjuk pada Allah karna Allah tau yang terbaik buat kita. terus berpikir positif kepada Allah. tidak boleh dari kita untuk berpikir Bahwa Allah tidak adil karna Dia adalah yang Maha Adil. maka bagi mereka yang berimanlah yang akan mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. semoga video singkat ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. 


Putar video untuk melihat :


Nasehat untuk sahabat :



MOTTO
"Hidup tanpa tantangan tidak patut untuk dijalani, karena layang-layang terbang bukan mengikuti arus tapi justru menentangnya"
#salam PersahabatanRelated Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Read More..

Pendidikan Anak dalam Islam

Posted by J Kamis, 26 Desember 2013 0 komentar

Sahabatku yang semoga dirahmati Allah. pada postingan kali ini saya akan membagikan video dari Yufid.Tv yaitu Pendidikan Anak dalam Islam : agar buah hati menjadi anak yang berbakti. yang disampaikan oleh ustadz Zainal Abidin, Lc.
Anak adalah ni'mat sekaligus Amanah. Anak merupakan buah hati, bikin sedih orang tua, bikin bodoh orang tua. maka marilah kita simak video ini agar kita dinasehati bagaimana pendidikan anak dalam Islam. karena Anak soleh merupakan ladang amal kita di dunia ini. Ingatlah bahwa anak dapat menjerumuskan kita kedalam api neraka dan anak dapat menjadi penyebab kita masuk kedalam surga. maka tergantung dari kita bagaimana bisa memanfaatkannya dengan baik. maka didiklah anak kita sekalian dengan pendidikan islam yang baik. Ingatlah bahwa kemaksiatan akan melahirkan kemaksiatan berikutnya.
Dan bagi para sahabatku Pemuda-pemudi, mari kita renungi video ini bersama-sama. marilah kita menjadi ladang amal bagi orang tua kita dan semoga setelah kita berumah tangga nanti kita mempunyai anak yang soleh dan anak itu akan menjadi ladang amal bagi orang tuanya.

Putar video untuk melihat :







MOTTO
"Hidup tanpa tantangan tidak patut untuk dijalani, karena layang-layang terbang bukan mengikuti arus tapi justru menentangnya" 
#salam Persahabatan Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Read More..

Cinta Bukanlah Disalurkan Lewat Pacaran

Posted by J 0 komentar
At Tauhid edisi V/17
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga. Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang rahmatan lil ‘alamin. Namun, bagaimanakah jika cinta itu disalurkan melalui cara yang tidak syar`i? Fenomena itulah yang melanda hampir sebagian besar anak muda saat ini. Penyaluran cinta ala mereka biasa disebut dengan pacaran. Berikut adalah beberapa tinjauan syari’at Islam mengenai pacaran.
Ajaran Islam Melarang Mendekati Zina
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’ [17]: 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang. Asy Syaukani dalam Fathul Qodir mengatakan, ”Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan.”
Dilihat dari perkataan Asy Syaukani ini, maka kita dapat simpulkan bahwa setiap jalan (perantara) menuju zina adalah suatu yang terlarang. Ini berarti memandang, berjabat tangan, berduaan dan bentuk perbuatan lain yang dilakukan dengan lawan jenis karena hal itu sebagai perantara kepada zina adalah suatu hal yang terlarang.
Islam Memerintahkan untuk Menundukkan Pandangan
Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah kepada laki–laki yang beriman : ”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur [24]: 30 )
Dalam lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman, “Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : “Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An Nuur [24]: 31)
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas mengatakan, ”Ayat ini merupakan perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali pada apa yang dihalalkan bagi mereka untuk dilihat (yaitu pada istri dan mahromnya). Hendaklah mereka juga menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itu dengan tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera.”
Ketika menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan, ”Firman Allah (yang artinya) ‘katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka’ yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang Allah haramkan dengan melihat kepada orang lain selain suaminya. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita melihat laki-laki lain (selain suami atau mahromnya, pen) baik dengan syahwat dan tanpa syahwat. … Sebagian ulama lainnya berpendapat tentang bolehnya melihat laki-laki lain dengan tanpa syahwat.”
Lalu bagaimana jika kita tidak sengaja memandang lawan jenis?
Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770)
Faedah dari menundukkan pandangan, sebagaimana difirmankan Allah dalam surat An Nur ayat 30 (yang artinya) “yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” yaitu dengan menundukkan pandangan akan lebih membersihkan hati dan lebih menjaga agama orang-orang yang beriman. Inilah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir –semoga Allah merahmati beliau- ketika menafsirkan ayat ini. –Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menundukkan pandangan sehingga hati dan agama kita selalu terjaga kesuciannya-
Agama Islam Melarang Berduaan dengan Lawan Jenis
Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.” (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi)
Jabat Tangan dengan Lawan Jenis Termasuk yang Dilarang
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul “apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram”. (Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Juda’i)
Meninjau Fenomena Pacaran
Setelah pemaparan kami di atas, jika kita meninjau fenomena pacaran saat ini pasti ada perbuatan-perbuatan yang dilarang di atas. Kita dapat melihat bahwa bentuk pacaran bisa mendekati zina. Semula diawali dengan pandangan mata terlebih dahulu. Lalu pandangan itu mengendap di hati. Kemudian timbul hasrat untuk jalan berdua. Lalu berani berdua-duan di tempat yang sepi. Setelah itu bersentuhan dengan pasangan. Lalu dilanjutkan dengan ciuman. Akhirnya, sebagai pembuktian cinta dibuktikan dengan berzina. –Naudzu billahi min dzalik-. Lalu pintu mana lagi paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!
Mungkinkah ada pacaran Islami? Sungguh, pacaran yang dilakukan saat ini bahkan yang dilabeli dengan ’pacaran Islami’ tidak mungkin bisa terhindar dari larangan-larangan di atas. Renungkanlah hal ini!
Mustahil Ada Pacaran Islami
Salah seorang dai terkemuka pernah ditanya, ”Ngomong-ngomong, dulu bapak dengan ibu, maksudnya sebelum nikah, apa sempat berpacaran?”
Dengan diplomatis, si dai menjawab,”Pacaran seperti apa dulu? Kami dulu juga berpacaran, tapi berpacaran secara Islami. Lho, gimana caranya? Kami juga sering berjalan-jalan ke tempat rekreasi, tapi tak pernah ngumpet berduaan. Kami juga gak pernah melakukan yang enggak-enggak, ciuman, pelukan, apalagi –wal ‘iyyadzubillah- berzina.
Nuansa berpikir seperti itu, tampaknya bukan hanya milik si dai. Banyak kalangan kaum muslimin yang masih berpandangan, bahwa pacaran itu sah-sah saja, asalkan tetap menjaga diri masing-masing. Ungkapan itu ibarat kalimat, “Mandi boleh, asal jangan basah.” Ungkapan yang hakikatnya tidak berwujud. Karena berpacaran itu sendiri, dalam makna apapun yang dipahami orang-orang sekarang ini, tidaklah dibenarkan dalam Islam. Kecuali kalau sekedar melakukan nadzar (melihat calon istri sebelum dinikahi, dengan didampingi mahramnya), itu dianggap sebagai pacaran. Atau setidaknya, diistilahkan demikian. Namun itu sungguh merupakan perancuan istilah. Istilah pacaran sudah kadong dipahami sebagai hubungan lebih intim antara sepasang kekasih, yang diaplikasikan dengan jalan bareng, jalan-jalan, saling berkirim surat, ber SMS ria, dan berbagai hal lain, yang jelas-jelas disisipi oleh banyak hal-hal haram, seperti pandangan haram, bayangan haram, dan banyak hal-hal lain yang bertentangan dengan syariat. Bila kemudian ada istilah pacaran yang Islami, sama halnya dengan memaksakan adanya istilah, meneggak minuman keras yang Islami. Mungkin, karena minuman keras itu di tenggak di dalam masjid. Atau zina yang Islami, judi yang Islami, dan sejenisnya. Kalaupun ada aktivitas tertentu yang halal, kemudian di labeli nama-nama perbuatan haram tersebut, jelas terlalu dipaksakan, dan sama sekali tidak bermanfaat.
Pacaran Terbaik adalah Setelah Nikah
Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam Islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Kalau belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”
Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Allahumma inna nas’aluka ’ilman nafi’a wa rizqon thoyyiban wa ’amalan mutaqobbbalan. [Muhammad Abduh Tuasikal]

dikutip dari : http://buletin.muslim.or.id/akhlaq/cinta-bukanlah-disalurkan-lewat-pacaran

MOTTO
"Hidup tanpa tantangan tidak patut untuk dijalani, karena layang-layang terbang bukan mengikuti arus tapi justru menentangnya" 
#salam Persahabatan Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Read More..

Sifat Mukmin Yang Dijamin Masuk Surga

Posted by J Rabu, 25 Desember 2013 0 komentar
Segala puji hanyalah milik Allah. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga beliau, shahabat beliau, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Surga, siapa diantara kita yang tidak ingin masuk ke dalamnya? Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Penduduk surga bisa mendapatkan apa saja yang mereka inginkan di dalam surga. Dan di sisi Kami ada tambahan kenikmatan” (QS. Qaaf : 35). Allah Ta’ala juga berfirman dalam sebuah hadits qudsi, “Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang shalih apa yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia” (HR. Bukhari).
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah, tentu kita semua ingin masuk surga. Terlebih lagi, di dalam surga terdapat puncak kenikmatan yang diidam-idamkan setiap muslim, yakni memandang wajah Allah Ta’ala. Namun, jalan menuju surga tidaklah mudah. Oleh karena itu, dibutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh untuk bisa istiqomah dalam menempuh jalan menuju surga.

Sifat mukmin yang dijamin masuk surga

Dari ‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berikan jaminan padaku dengan enam perkara dari diri kalian, akan aku jamin surga untuk kalian : (1) Jujurlah jika berbicara (2) penuhilah jika kalian berjanji (3) tunaikanlah jika kalian diberi amanah (4) jagalah kemaluan kalian (5) tundukkan pandangan kalian (6) tahanlah tangan kalian” (HR. Ahmad, Hakim, dan lain-lain. Lihat Silsilah Ash Shahihah no. 1470).
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menybutkan enam sifat mukmin yang dijamin masuk surga. Semoga Allah memudahkan kita untuk memiliki keenam sifat tersebut.

Sifat ke-1: Jujur jika berbicara

Kejujuran adalah sebuah akhlak yang sangat mulia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian wajib untuk jujur. Sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan. Dan kebaikan akan mengantarkan kepada surga” (HR. Muslim). Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kejujuran adalah jalan yang lurus dimana orang yang tidak menempuh jalan tersebut, dia akan celaka dan binasa. Dengan kejujuran inilah, akan terbedakan siapakah yang munafik dan siapakah orang yang beriman, dan siapakah yang termasuk penduduk surga dan siapakah yang termasuk penduduk neraka” (Madaarijus Salikin, 2/ 257).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan kita dari bahaya dusta. Beliau bersabda, “Hati-hatilah kalian dari dusta. Sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada maksiat, dan maksiat akan mengantarkan kepada neraka” (HR. Muslim). Termasuk perbuatan dusta yang sering diremehkan adalah berdusta dengan tujuan melawak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah orang yang berdusta dalam berbicara supaya orang lain tertawa. Celaka dia! Celaka dia!” (HR. Abu Dawud).
Oleh karena itu, mari kita biasakan untuk jujur, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Jujurlah ketika bicara, ketika ujian, ketika berjualan, ketika bekerja, ketika mengisi data untuk keperluan tertentu, dan lainnya.

Sifat ke-2 : Memenuhi janji

Memenuhi janji adalah diantara sifat seorang mukmin. Adapun tidak memenuhi janji adalah diantara sifat munafik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tanda orang munafik ada tiga : Jika berkata maka berdusta, jika diberi amanah maka berkhianat, dan jika berjanji maka melanggar” (HR. Bukhari dan Muslim).
Diantara bentuk tidak memenuhi janji adalah orang tua yang menjanjikan anaknya yang sedang menangis dengan mengatakan “Diam nak… Nanti bapak belikan mainan” . Setelah anaknya diam, ternyata si ayah tidak membelikannya mainan. Ini termasuk menyelisihi janji. Dan diantara bentuk tidak memenuhi janji juga adalah terlambat mengembalikan barang pinjaman atau membayar hutang padahal sudah dijanjikan waktu pengembaliannya, terlambat memenuhi waktu perjanjian yang mana waktunya telah disepakati, dan lainnya. (lihat Akhlak-akhlak Buruk karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al Hamd, hal. 52-56).

Sifat ke-3 : Menunaikan amanah

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya” (QS. An Nisaa : 58). Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Amanah itu pembahasannya luas sekali. Dan pada intinya, amanah ada pada dua hal : amanah yang berkaitan dengan hak-hak Allah, yakni amanah yang diemban seorang hamba untuk beribadah kepada Allah dan amanah yang berkaitan dengan hak manusia” (Syarh Riyadhus Shalihin, 2/463).
Maka, beribadah kepada Allah juga merupakan amanah yang harus ditunaikan seorang hamba. Amanah tersebut berkaitan dengan hak Allah. Adapun amanah yang berkaitan dengan hak manusia contohnya adalah barang titipan dari seseorang, jabatan atau kekuasaan, serta rahasia yang harus dijaga.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin juga mengatakan, “Menunaikan amanah adalah tanda-tanda keimanan seseorang. Jika engkau menjumpai seseorang yang memegang amanahnya, menunaikannya dengan sebaik-baiknya, maka ketahuilah dia adalah orang yang kuat imannya. Sebaliknya, jika engkau mengetahui bahwa dia berkhianat, ketahuilah bahwa dia orang yang lemah imannya” (Syarh Riyadhus Shalihin, 2/464).

Sifat ke-4 : Menjaga kemaluan

Di dalam Al Qur’an, Allah menerangkan bahwa diantara sifat seorang mukmin yang beruntung adalah orang yang menjaga kemaluannya. Allah berfirman (yang artinya), “dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali kepada istri-istri atau budak-budak mereka, maka mereka itu tidak tercela. Adapun orang-orang yang mencari selain itu, mereka adalah orang yang melampaui batas”(QS. Al Mu’minuun : 5-7).
Maka, mukmin yang beruntung adalah yang menjaga kemaluannya. Adapun orang yang tidak menjaganya dengan berzina atau onani, maka dia adalah orang yang melampaui batas. Allah berfirman (yang artinya), “Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk” (QS. Al Israa : 32). Imam Ahmad mengatakan, “Aku tidak tahu ada dosa yang paling besar setelah membunuh selain zina” (Al Jawaabul Kaafi, hal. 162).
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah, sesungguhnya dibalik kenikmatan semu zina terdapat kepedihan dan kesengsaraan. Sungguh indah ungkapan seorang penyair :
Kenikmatan yang dirasakan oleh orang yang melakukan keharaman akan sirna…
Dan yang tersisa adalah kerendahan dan kehinaan…
Dan akhir dari kenikmatan haram tersebut adalah keburukan…
Tidak ada kebaikan pada suatu kelezatan jika dibaliknya adalah neraka…

Sifat ke-5 : Menundukkan pandangan

Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman, hendaknya mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluan mereka. Sesungguhnya itu lebih suci bagi mereka” (QS. An Nuur : 30).
Ibnul Qayyim mengatakan, “Pandangan adalah penunjuk jalan serta utusan syahwat. Menjaga pandangan adalah modal pokok untuk menjaga kemaluan. Siapa yang tidak menjaga pandangannya, dia telah menempatkan dirinya ke tempat kehancuran” (Al Jawaabul Kaafi, hal. 216). Oleh karena itu, menjaga kemaluan tergantung kepada menjaga pandangan. Orang yang mampu menjaga pandangannya, akan mampu menjaga kemaluannya dengan izin Allah.
Maka jagalah pandangan dari lawan jenis. Orang yang mampu menjaga pandangannya, Allah akan menerangi hatinya dengan cahaya. Ibnul Qayyim mengatakan, “Menundukkan pandangan akan memberikan cahaya dan kemuliaan kepada hati yang akan nampak pengaruhnya pada mata, wajah, dan anggota tubuh lainnya sebagaimana melepaskan pandangan akan memberikan kegelapan kepada hati yang akan nampak pengaruhnya pada wajah dan anggota tubuh lainnya” (Raudhatul Muhibbin, hal. 73).

Sifat ke-6 : Tidak menganggu orang lain

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang menyakiti laki-laki dan wanita yang beriman tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, sungguh mereka telah menanggung kedustaan dan dosa yang nyata” (QS. Al Ahzab : 58). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim adalah seseorangyangkaum musllimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya” (Muttafaqun ‘alaih).
Seorang muslim adalah orang yang tidak menganggu saudaranya, temannya, maupun tetangganya. Mereka merasa aman dengan kehadiran dirinya. Adapun orang yang suka mengganggu atau menyakiti orang lain, baik dengan lisan maupun tangannya, maka dia bukanlah seorang muslim yang sejati. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap muslim itu bersaudara. Maka tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, mendustakannya, ataupun menghinanya. (Lalu beliau bersabda) Cukuplah seseorang dikatakan telah berbuat keburukan jika ia menghina saudaranya sesama muslim. Darah, harta, dan kehormatan setiap muslim atas muslim lainnya adalah haram (untuk diganggu)” (HR. Muslim)

Segala taufik hanya ditangan Allah

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, itulah enam sifat seorang mukmin yang dijamin oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk masuk surga. Kita memohon kepada Allah agar memberikan kita taufik-Nya serta membantu kita untuk melaksanakan keenam sifat tersebut, karena tiada daya dan upaya melainkan dari Allah Ta’ala. Sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Maha mendengar lagi mengabulkan do’a.
Penulis : Yananto Sulaimansyah

Muroja’ah : Ustadz Abu Salman

dikutip dari : http://buletin.muslim.or.id/aqidah/sifat-mukmin-yang-dijamin-masuk-surga

MOTTO
"Hidup tanpa tantangan tidak patut untuk dijalani, karena layang-layang terbang bukan mengikuti arus tapi justru menentangnya" 
#salam Persahabatan Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Read More..

Berbakti Kepada Orang Tua

Posted by J Selasa, 24 Desember 2013 0 komentar
Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa akal sehat dan semua agama pasti setuju bahkan menganjurkan orang untuk berbuat baik dan berbakti kepada orang tuanya. Karena betapa besarnya jasa orang tua yang melahirkan, merawat dan mendidik seseorang hingga dewasa. Di dalam Islam, kedudukan berbakti kepada orang tua bukan hanya sekedar ‘balas budi’, namun juga sebuah amalan mulia yang agung kedudukannya di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Perintah Berbakti Kepada Orang Tua
Birrul walidain atau berbakti kepada orang tua adalah hal yang diperintahkan dalam agama. Oleh karena itu bagi seorang muslim, berbuat baik dan berbakti kepada orang tua bukan sekedar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun juga memenuhi norma agama, atau dengan kata lain dalam rangka menaati perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua” (QS. An Nisa: 36). Perhatikanlah, dalam ayat ini Allah Ta’ala menggunakan bentuk kalimat perintah. Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya) : “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tua..”(QS. Al An’am: 151). Dalam ayat ini juga digunakan bentuk kalimat perintah. Allah juga berfirman yang (artinya) : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al Isra: 23). Di sini juga digunakan bentuk kalimat perintah.
Birrul walidain juga diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau ditanya oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: “Amal apa yang paling dicintaiAllah ‘Azza Wa Jalla?”. Nabi bersabda: “Shalat pada waktunya”. Ibnu Mas’ud bertanya lagi: “Lalu apa lagi?”.Nabi menjawab: “Lalu birrul walidain”. Ibnu Mas’ud bertanya lagi: “Lalu apa lagi?”. Nabi menjawab: “Jihad fi sabilillah”. Demikian yang beliau katakan, andai aku bertanya lagi, nampaknya beliau akan menambahkan lagi (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian kita ketahui bahwa dalam Islam, birrul walidain bukan sekedar anjuran, namun perintah dari Allah dan Rasul-Nya, sehingga wajib hukumnya. Sebagaimana kaidah ushul fiqh, bahwa hukum asal dari perintah adalah wajib.

Kedudukan Berbakti Kepada Orang Tua
Sebagaimana telah kami sampaikan, berbakti kepada orang tua dalam agama kita yang mulia ini, memiliki kedudukan yang tinggi. Sehingga berbakti kepada orang tua bukanlah sekedar balas jasa, bukan pula sekedar kepantasan dan kesopanan. Poin-poin berikut dapat menggambarkan seberapa pentingnya birrul walidain bagi seorang muslim.
[1] Perintah birrul walidain setelah perintah tauhid
Kita tahu bersama inti dari Islam adalah tauhid, yaitu mempersembahkan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah semata. Tauhid adalah yang pertama dan utama bagi seorang muslim. Dan dalam banyak ayat di dalam Al Qur’an, perintah untuk berbakti kepada orang tua disebutkan setelah perintah untuk bertauhid. Sebagaimana pada ayat-ayat yang telah disebutkan. Ini menunjukkan bahwa masalah birrul walidain adalah masalah yang sangat urgen, mendekati pentingnya tauhid bagi seorang muslim.
[2] Lebih utama dari jihad fi sabililah
Sebagaimana hadits Abdullah bin Mas’ud yang telah disebutkan. Juga hadits tentang seorang lelaki yang meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pergi berjihad, beliau bersabda: “Apakah orang tuamu masih hidup?”. Lelaki tadi menjawab: “Iya”. Nabi bersabda: “Kalau begitu datangilah kedunya dan berjihadlah dengan berbakti kepada mereka” (HR. Bukhari dan Muslim). Namun para ulama memberi catatan, ini berlaku bagi jihad yang hukumnya fardhu kifayah.
[3] Pintu surga
Surga memiliki beberapa pintu, dan salah satunya adalah pintu birrul walidain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kedua orang tua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan orang tua kalian” (HR. Tirmidzi, ia berkata: “hadits ini shahih”)
[4] Ridha Allah sejalan dengan ridha orang tua
Ridha orang tua mendatangkan ridha Allah Ta’ala selama bukan dalam maksiat kepada Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bersama dengan ridha orang tua, murka Allah bersama dengan murka orang tua” (HR. At Tirmidzi. Dinilai hasan oleh Al Albani)
[5] Durhaka kepada orang tua adalah dosa besar
Betapa pentingnya birrul walidain, sampai-sampai durhaka kepada orang tua dianggap sebagai dosa besar di sisi Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maukah ku kabarkan kepada kalian dosa-dosa yang paling besar?” kemudian beliau menyebutkan beberapa hal, salah satunya adalah durhaka kepada orang tua (HR. Bukhari dan Muslim)
[6] Lalai dari birrul walidain, mendapat laknat Allah
Suatu ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam naik mimbar lalu bersabda: ‘Amin, Amin, Amin’. Para sahabat bertanya : “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuat (si anak) masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)’, maka aku berkata: ‘Amin’. Kemudian Jibril berkata lagi. ‘Allah melaknat seorang hamba yang tidak bershalawat ketika disebut namamu’, maka kukatakan, ‘Amin”.” (HR. Ahmad. Al A’zhami berkata: ‘Sanad hadits ini jayyid‘)

Kedudukan Ibu
Setelah kita mengetahui betapa pentingnya berbakti kepada orang tua, maka ketahuilah bahwa diantara kedua orang tua, berbakti kepada ibu memiliki keutamaan dan urgensi yang lebih. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya: “Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak untuk aku perlakukan dengan baik?”. Nabi menjawab: “Ibumu”. Lelaki tadi bertanya lagi: “lalu siapa”. Nabi menjawab: “Ibumu”. Lelaki tadi bertanya lagi: “lalu siapa”. Nabi menjawab: “Ibumu”. Lelaki tadi bertanya lagi: “lalu siapa”. Nabi menjawab: “Ayahmu” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Muslim, Nabi menjawab: “Ibumu, lalu ayahmu, lalu saudara perempuanmu, lalu saudara laki-lakimu, lalu setelahnya, lalu setelahnya”. Ini semua menunjukkan kedudukan ibu lebih utama untuk ditunaikan haknya dan berbakti kepadanya.
Ini juga menunjukkan bahwa sikap terbaik yang kita miliki, hendaknya ditampakkan kepada orang tua kita terutama kepada ibu. Kesalahan besar jika kita berakhlak baik kepada teman sejawat, atasan, atau rekan kerja namun berakhlak kurang baik terhadap orang tua.

Bentuk-Bentuk Berbakti Kepada Orang Tua
Sesuai namanya, birrul walidain, maka ia mencakup semua hal yang termasuk al birr (kebaikan). Segala bentuk akhlak mulia terhadap orang tua, menjaga mereka, membantu mereka, menolong mereka, membimbing mereka, menasehati mereka jika salah, ini semua termasuk birrul walidain. Namun diantara semua kebaikan, ada beberapa yang lebih ditekankan dalam birrul walidain:
[1] Ta’at dan patuh
Permintaan, perintah, panggilan dan perkataan orang tua hukum asalnya wajib dipatuhi selama dalam perkara yang ma’ruf (tidak melanggar aturan agama). Sebagaimana kisah Juraij, seorang ahli ibadah. Suatu ketika Juraij sedang shalat sunnah, ibunya memanggilnya, namun ia tidak memenuhi panggilan ibunya. Hal ini terjadi sampai tiga kali. Hingga ibunya berdoa “Ya Allah jangan matikan ia sampai ia melihat wajah seorang pelacur”. Dan Allah mengabulkan doanya, Allah menakdirkan ia bertemu dengan pelacur yang diutus untuk menggodanya dan akhirnya membuat ia dituduh berzina (HR. Bukhari). Dari kisah ini para ulama mengatakan bahwa menaati, memenuhi permintaan dan panggilan orang tua adalah wajib.
[2] Bertutur kata yang baik dan lemah lembut
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.  Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. Al Isra: 23)
Para ulama mengatakan kata ‘ah’ dalam ayat ini adalah contoh bentuk gangguan yang paling ringan. Dalam budaya kita contohnya seperti perkataan ‘huh‘, ‘aduh‘, dan semacamnya. Perkataan yang demikian itu teranggap sebagai bentuk durhaka kepada orang tua. Terlebih lagi yang berupa bentakan, atau bahkan celaan dan hinaan kepada orang tua. Wal’iyadzu billah.
 [3] Tawadhu’
Seorang anak hendaknya merendahkan dirinya dihadapan orang tua, sekalipun ia orang terpandang atau orang yang memiliki kedudukan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”” (QS. Al Isra: 24)
[4] Memberi nafkah harta bila orang tua miskin
Orang tua hendaknya memiliki penghidupan sendiri dari hasil kerjanya. Namun bila ia miskin, ia memiliki hak dari harta anaknya untuk penghidupannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau dan hartamu adalah miliki ayahmu. Sesungguhnya makanan yang paling baik adalah yang merupakan hasil kerjamu. Dan sesungguhnya harta anak-anakmu juga adalah hasil kerjamu, maka makanlah darinya jangan ragu” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al Albani). Para ulama menjelaskan hadits ini, bahwa bukan berarti harta anak menjadi milik ayah, namun seorang anak hendaknya tidak keluar dari pendapat ayahnya dalam penggunaan harta (Fiqhut Ta’amul, 130)
Demikian paparan yang singkat ini. Semoga menggugah hati kita bahwa selama ini salah satu kunci  surga ada di dekat kita, yaitu orang tua kita sendiri. Semoga Allah menolong kita untuk menjadi anak yang berbakti kepada mereka dan mengumpulkan kita bersama mereka di surga-Nya. [Yulian Purnama, S.Kom]

dikutip dari : http://buletin.muslim.or.id/akhlaq/berbakti-kepada-orang-tua

Nasehat buat sahabat :

MOTTO
"Hidup tanpa tantangan tidak patut untuk dijalani, karena layang-layang terbang bukan mengikuti arus tapi justru menentangnya"
#salam PersahabatanRelated Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Read More..

Video Singkat: Renungan Menjemput Kematian - Ustadz Zaenal Abidin, LC

Posted by J Senin, 23 Desember 2013 0 komentar

Sahabat yang budiman. pada kesempatan ini saya akan membagikan video singkat: Renungan Menjemput Kematian - Ustadz Zaenal Abidin, LC. silahkan bagi sahabat yang mau menyimak. semoga ini dapat bermanfaat bagi kita bersama, khususnya pribadi saya.

Putar video untuk melihat :


"Hidup tanpa tantangan tidak patut untuk dijalani, karena layang-layang terbang bukan mengikuti arus tapi justru menentangnya"#salam PersahabatanRelated Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Read More..

Solusi Perpecahan Umat

Posted by J 0 komentar
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah, jika kita melihat keadaan umat Islam sekarang, kita akan bertanya-tanya, mengapa terjadi perbedaan antara paham yang satu dengan yang lainnya? Kenapa terjadi perselisihan antara kelompok satu dengan yang lainnya? Dan kenapa terjadi perpecahan antara umat Islam itu sendiri? Semoga tulisan ini sedikit banyak bisa membantu memahaminya dan mengamalkan solusi yang tepat untuk persatuan umat Islam, insya Allah.

Perbedaan makna antara perselisihan (Ikhtilaf) dan perpecahan (iftiraq)
Kebanyakan kita salah kaprah antara makna perselisihan dan perpecahan sehingga menghasilkan kesimpulan serta solusi yang salah dalam menjalankannya.
Secara etimologi (bahasa), iftiraq berasal dari kata al mufaaraqah (saling berpisah), al-mubaayanah (saling berjauhan), al mufaashalah (saling terpisah), serta al inqitha’ (terputus). Diambil juga dari kata al insyi’ab (bergolong-golongan) dan asy syudzudz (menyempal dari barisan). Bisa juga bermakna memisahkan diri dari induk, keluar dari jalur, dan keluar dari jama’ah. 
Secara terminologi (istilah), “perpecahan” adalah keluar dari As Sunnah dan Al Jama’ah (baca : ijma’) dalam masalah pokok agama yang  qath’i (pasti), baik secara total maupun parsial, baik dalam masalah i’tiqad (keyakinan) ataupun masalah amaliyah (perbuatan) yang berkaitan dengan pokok agama atau berkaitan dengan maslahat umat atau berkaitan dengan keduanya sekaligus. (Lihat Al Iftiraq, Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim Al ’Aql)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa yang keluar dari ketaatan kepada pemerintah dan meninggalkan jama’ah lalu ia mati, maka ia mati seperti kematian orang jahiliyah. Siapa yang berperang dibawah panji yang tidak jelas, marah karena kesukuan atau mengajak kepada kesukuan, atau menolong karena kesukuan lalu terbunuh maka ia terbunuh seperti terbunuhnya orang jahiliyah. Barangsiapa yang memberontak dari umatku (kaum muslimin) lalu membunuhi mereka, baik yang shalih maupun yang fajir dan tidak menahan tangan mereka terhadap kaum mukminin serta tidak menyempurnakan perjanjian mereka kepada orang lain, maka ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan golongannya” (HR. Muslim)
Dari penjelasan ini, perpecahan sangatlah berbeda dengan perselisihan, karena :
Pertama, perpecahan adalah buah dari perselisihan, sehingga tidak semua perselisihan disebut perpecahan, akan tetapi setiap perpecahan sudah pasti perselisihan.
Kedua, perpecahan terjadi pada masalah pokok-pokok agama yang sudah pasti, semisal Al Qur’an adalah kalamullah (firman Allah). Maka barangsiapa yang mengatakan Al Qur’an adalah makhluk, ia telah keluar dari ahlus sunnah. Adapun perselisihan, hal ini terjadi pada cabang-cabang agama, semisal perbedaan masalah pengamalan qunut subuh atau selainnya dari cabang agama. Sehingga kita tidak boleh menghukumi orang lain yang berbeda dengan kita dengan kekufuran atau keluar dari ahlus sunnah.
Ketiga, Perpecahan tidak terlepas dari ancaman, siksa, serta kebinasaan. Sedangkan perselisihan walau bagaimanapun bentuk perselisihan yang terjadi antara kaum muslimin, baik akibat perbedaan dalam masalah-masalah ijtihadiyah, atau akibat mengambil pendapat keliru yang masih bisa ditolerir, tidak diancam sebagaimana jika terjadi perpecahan.
Perpecahan adalah kepastian
Perpecahan adalah suatu hal yang pasti, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai” (QS. Ali Imran : 103)
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka” (QS. Al Imran : 105)
Rasulullah pun bersabda, “Orang-orang Yahudi telah berpecah belah dalam tujuh puluh satu kelompok dan Nashora berpecah belah menjadi tujuh puluh dua kelompok, serta umat ini (Islam-red) akan pecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok”. (HR. Tirmidzi)
Dari hal ini, perpecahan merupakan sunnatullah yang pasti terjadi. Namun perpecahan adalah suatu hal yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya, sehingga perlu dicari langkah untuk mencegahnya.
Sebab-sebab terjadi perpecahan
Diantara sebab terjadi perpecahan:
  1. Tipu daya dan makar musuh Islam
Perpecahan adalah hal yang sangat disukai oleh musuh Islam. Mereka selalu berupaya membuat umat Islam berselisih yang akhirnya menimbulkan perpecahan.
Banyak sekali perang pemikiran yang mereka lancarkan untuk memuluskan rencana mereka. Hal ini sebagaimana yang Allah firmankan (yang artinya), “Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” (QS. Al Baqarah : 109)
  1. Kurangnya ilmu agama
Banyak perpecahan timbul karena kurangnya pemahaman akan agama. Mereka berselisih dalam suatu hal yang sebenarnya tidak pernah ada dalam Al Qur’an dan sunnah rasul, dan dikatakannya sebagai suatu ibadah. Yang akhirnya timbullah perpecahan disebabkan paham mereka masing-masing.
Padahal Allah berfirman, (yang artinya), “Katakanlah:”Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui” (QS. Az Zumar : 9)
Sufyan Ats Tsauri berkata, “Sungguh seorang alim lebih ditakuti syaitan dari seribu ahli ibadah“.
Abul ’Aliyah pun berkata, “Belajarlah Islam, apabila kalian telah mempelajarinya maka jangan membencinya” (Diriwayatkan Al Ajurri dalam kitab Asy Syari’ah, 1/31)
  1. Kesalahan dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah dan menerima ilmu agama
Perpecahan yang banyak terjadi disebabkan karena adanya perbedaan pemahaman di dalam memahami makna dan maksud yang terkandung dalam Al Qur’an dan hadits nabi.
Padahal, cara untuk memahami keduanya telah dijelaskan dan dijabarkan oleh para pendahulu kita.
Diantara fenomena kesalahan dalam menerima ilmu agama adalah:
a. Mengambil ilmu bukan dari ahlinya. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus yang ia cabut dari hamba-Nya, namun mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama hingga bila tidak tersisa seorang alimpun maka manusia mengangkat para tokoh yang bodoh lalu mereka ditanya dan berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan” (HR. Bukhari)
b. Tidak merujuk kepada para ulama sama sekali
c. Meremehkan dan merendahkan para ulama
  1. Kecemburuan dan kedengkian
Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS. Ali ‘Imran : 19)
  1. Sikap berlebih-lebihan terhadap agama
Allah berfirman (yang artinya), “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar” (QS. An Nisaa : 171)
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pun melarangnya dalam sabda beliau, “Wahai sekalian manusia, jauhilah sikap berlebihan dalam agama, karena orang sebelum kalian binasa karena sikap berlebihan dalam agama” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)
  1. Fanatik buta terhadap ulama
Perselisihan antara ulama terkadang menimbulkan perpecahan yang disebabkan karena fanatiknya seseorang dalam mengikuti ulama tersebut. Menganggap apa yang disampaikan ulamanya adalah benar tanpa ada kesalahan apapun adalah ciri orang-orang yang fanatik buta terhadap ulamanya.
Solusi dan cara agar terhindar dari perpecahan
Solusi dari perpecahan adalah dengan bertakwa kepada Allah dan kembali kepada Al Qur’an dan sunnah Rasul.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul (Nya), serta ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah ( Al Qur’an ) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar- benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisaa : 59)
“Dari Al ’Irbadh bin Saariyah beliau berkata, “Rasulullah telah menasehati kami pada satu hari dengan satu nasehat yang membuat mata menangis dan hati bergetar. Lalu seseorang berkata, “Sungguh ini adalah nasehat orang yang akan berpisah, lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami wahai Rasulullah!?” Maka beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan mendengar dan taat (kepada penguasa) walaupun dia adalah budak habasyi, karena siapa saja dari kalian yang hidup setelahku akan melihat perselisihan yang banyak, dan hati-hatilah kalian dari hal-hal yang baru dalam agama” (HR. Al Tirmidzi)
Orang yang bertakwa kepada Allah, maka ia tidak akan tertipu dengan makar yang dilancarkan oleh musuh Islam. Ia mengetahui bahwa perpecahan adalah kemunduran, dan janji Allah bagi orang-orang yang yakin dengan keyakinannya adalah surga-Nya.
Orang yang bertakwa kepada Allah, ia akan berusaha mencari-cari ilmu akan Allah dan agama-Nya. Sebagaimana orang yang sedang jatuh cinta, ia akan berusaha mencari tahu akan seseorang yang dicintainya.
Orang yang bertakwa kepada Allah, ia tidak akan merasa dengki ataupun cemburu kepada sesamanya. Ia tahu akan takdir Allah dan mengerti bahwa kecemburuan dan kedengkian adalah penyakit hati yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dan ketika seseorang berpegang teguh terhadap Al Qur’an dan Hadits Rasulullah dengan pemahaman yang benar, yang sesuai dengan pemahaman para sahabat dan ulama terdahulu, maka ia akan mengambil pendapat yang paling sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits Rasulullah. Jika ulamanya salah dan menyelisihi keduanya, ia tidak akan fanatik buta dan kembali kepada Al Qur’an dan Hadits Rasul.
Dengan berpegang teguh kepada keduanya, ia paham akan bahayanya berlebih-lebihan dalam agama, dan ia tahu bahwa perselihan adalah awal mula perpecahan. Sehingga apapun yang diperselisihkan, selama hal tersebut bukan terjadi dalam pokok-pokok ajaran Islam, ia tetap menghormati pendapat tersebut selama masih bersumber terhadap Al Qur’an dan hadits Rasul dengan pemahaman yang benar.
Wa shallallahu ala nabiyyina Muhammad wa ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Penulis : Rian Permana, S.T. (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muroja’ah : Ust. Aris Munandar, M.PI


MOTTO
"Hidup tanpa tantangan tidak patut untuk dijalani, karena layang-layang terbang bukan mengikuti arus tapi justru menentangnya" 
#salam Persahabatan Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Read More..

Doa Bangun Tidur

Posted by J 0 komentar
Sahabat yang semoga di rahmati Allah. pada postingan kali ini saya akan berbagi tentang doa bangun tidur yang insyaallah dilengkapi dengan penjelasannya dan banyak hadits yang memperkuat riwayatnya. adapun do'a ini diambil dari kitab Al-Adzkar jilid 1 karya Imam An-Nawawi seorang ulama yang terkenal dengan keilmuannya. semoga postingan ini dapat memberikan manfaat bagi Saya, sahabat, dan Kita semua.
ingin melihat gambar lebih jelas silahkan diklik gambarnya. :)
 



MOTTO
"Hidup tanpa tantangan tidak patut untuk dijalani, karena layang-layang terbang bukan mengikuti arus tapi justru menentangnya" 
#salam Persahabatan Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Read More..

Menyalurkan Cinta pada Tempatnya

Posted by J Minggu, 22 Desember 2013 0 komentar
Jatuh cinta……..berjuta rasanya. Begitu sulit mendefinisikan cinta namun sangat mudah mendeteksinya. Orang-orang yang telah terinfeksi virus cinta akan menampakkan gejala luar biasa. Matanya akan berbinar jika menatap si dia, bicaranya gagap seolah lidah kelu enggan bekerja sama. Jantung berdebar ketika membayangkan wajah pujaan hati. Semua yang berkaitan dengan dia akan tampak sempurna. Penderitaan dalam mengejar cinta pun terasa nikmat.
Saudaraku muslim yang dirahmati Allah, cinta merupakan anugrah dan fitrah bagi manusia. Tanpa cinta, entah bagaimana wajah dunia. Allah telah menanamkam pada manusia kecintaan terhadap lawan jenisnya. Allah berfirman (yang artinya), “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (Q.S. Ali Imran : 14).
Namun ibarat pisau bermata dua, anugrah terkadang berujung petaka. Jika tidak pandai mengelolanya, maka anugrah yang seharusnya manis akan terasa pahit dan perih. Sedangkan manusia dalam mengekpresikan cinta ini terbagi manjadi dua : kelompok pendulang dosa dan kelompok pendulang pahala.

Kelompok pertama (para pendulang dosa)
Kelompok pertama ini mengekpresikan cintanya dengan cara yang salah. Mereka menginjak-injak hak Allah dengan mengatasnamakan cinta. Sehingga cinta yang mestinya bening dan suci menjadi keruh dan hina. Bukan rahasia lagi kalau remaja kita sebagian besarnya masuk dalam kelompok ini. Mereka memamerkan aktifitas percintaan yang tak bertanggung jawab di depan mata kita. Dari lirik-lirikan sampai mesra-mesraan, dari bergandengan tangan sampai berpelukan. Pacaran, begitu mereka menamainya.
Saudaraku yang dirahmati Allah, diantara tanda kasih sayang Allah pada hamba-Nya adalah ketika Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu merupakan perbuatan keji. Dan suatu jalan yang buruk” (Q.S. Al Isra’ : 32). Dalam ayat ini, Allah melarang dari zina, bahkan hanya dengan mendekatinya, karena zina adalan jalan yang buruk yang akan merugikan pelakunya di dunia dan akhirat. Dan bukan rahasia lagi kalau aktifitas dalam pacaran hampir seluruhnya menggiring pada zina.
Namun sangat disayangkan, seribu satu alasan akan dilontarkan oleh aktifis pacaran untuk menghalalkannya. Sehingga muncul anggapan bahwa tidak afdhal sebuah pernikahan tanpa diawali pacaran, karena pacara adalah washilah (sarana) untuk saling mengenal pasangan. Muncul juga anggapan bahwa pacaran adalah trend anak modern.
Demikianlah setan terus-menerus menghiasai sebuah kedurhakaan dengan label baru untuk menjerumuskan anak cucu Adam. Bukankah Iblis telah bersumpah “Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlash di antara mereka” (Q.S. Shaad : 82-83). Ayat ini menjelaskan bahwa Iblis akan bersusah payah menggoda manusia agar menyimpang dari jalan Allah. Dia selalu mencari celah untuk menjerumuskan anak Adam, salah satunya lewat virus merah jambu bernama cinta. Maka janganlah meremehkan perkara ini dan menganggapnya kecil. Bukankah seorang bijak pernah berkata, “Tinggalkanlah dosa yang kecil maupun yang besar, itulah ketaqwaan. Berbuatlah seperti orang yang berjalan di atas duri. Dia waspada terhadap apa yang dia lihat. Janganlah kamu meremehkan yang kecil karena gunung itu adalah kumpulan kerikil”.
Saudaraku yang dirahmati Allah, janganlah coba-coba durhaka kepada Allah meskipun pada hal-hal kecil karena kita tidak tahu akan berujung ke mana dosa itu. Cukuplah kisah Barshisha -salah seorang ahli ibadah yang mengakhiri hidupnya dengan tragis gara-gara perkara kecil- menjadi pelajaran bagi kita.
Dikisahkan bahwa Barshisha telah beribadah dalam kuil selama tujuh puluh tahun dan tidak pernah bermaksiat sedikitpun. Lalu setan ingin menggodanya dengan ilmu hilah (rekayasa), maka setan berangkat ke tempat Barshisha dengan menjelma sebagai seorang ahli ibadah dan berpura-pura giat dalam ibadah sehingga Barshisha tertipu dengan penampilannya dan menaruh simpati kepadanya. Ketika setan hendak meninggalkannya, setan mewariskan sebuah do’a yang konon ampuh menyembuhkan penyakit. Kemudian setan pergi kepada seorang lelaki lalu ia mencekiknya, kemudian ia menjelma seorang tabib lalu berkata kepada keluarganya bahwa yang bisa menyembuhkannya adalah Barshisha. Seketika lelaki tersebut sembuh setelah diobati Barshisha.
Demikianlah, setan terus mengganggu manusia lain dan menyuruhnya untuk berobat kepada Barshisha dan meminta doa kepadanya untuk kesembuhan (dengan tujuan untuk mengganggu peribadahan Barshisha). Hingga suatu hari setan mengganggu seorang gadis Bani Israil yang memiliki tiga saudara laki-laki. Setan menyiksa dan mencekik gadis tersebut. Lalu setan datang kepada keluarga tersebut dengan menjelma menjadi seorang dukun dan merekomendasikan agar berobat kepada Barshisha.
Mereka pun menuruti nasihat setan untuk mendatangi Barshisha, kemudian mereka meminta Barshisha untuk mengobati gadis itu lalu meninggalkannya di dekat kuilnya. Dari sini benih- benih kehancuran Barshisha mulai tumbuh. Setan pun beraksi, dengan lihainya setan mengganggu gadis itu dengan mencekiknya agar Barshisha datang mengobatinya. Pertemuan-pertemuan itu akhirnya menggiring Barshisha pada cinta lokasi. Bermula dari tatapan mata kemudian merembet pada obrolan dan aktifitas lainnya. Sehingga terjadi apa yang terjadi, Barshisha menggauli gadis tersebut hingga berbadan dua. Tidak berhenti sampai di sini, setan merayu Barshisha agar membunuh bayi dan gadis tadi untuk menutupi kejahatannya. Kemudian Barshisha mengubur keduanya di lereng gunung sambil menyiapkan alasan bagi saudara-saudaranya.
Tiba-tiba ketiga saudara gadis itu datang untuk menjenguk adik mereka. Mereka menanyakan keadaannya. Barshisha menjawab, “Setan datang dan aku tidak mampu melawannya.” Maka mereka percaya dan pulang. Pada saat malam hari, setan datang dalam mimpi ketiga saudara gadis itu mengabarkan bahwa saudari mereka telah dinodai Barshisha hingga melahirkan seorang anak namun kemudian dibunuh untuk menutupi aibnya. Setan juga memberitahukan di mana saudari mereka dikuburkan. Akhirnya kejahatan Barshisha terbongkar dan dihukum mati.
Di akhir hidupnya, setan datang menawarkan bantuan, setan mengaku bisa menyelamatkan Barshisha asal dia mau bersujud kapadanya. Maka Barshisha pun sujud kepadanya, kemudian setan berlari kegirangan karena berhasil menjerumuskan Barshisha pada dosa yang paling besar, yaitu syirik. Begitu tragis nasib Barshisha, hidupnya berakhir dengan kesengsaraan. Semuanya berawal dari hubungan terlarang yang sebagian orang meremehkannya. Jika seorang ahli ibadah saja bisa terjerumus, maka bagaimana dengan anda?

Kelompok Kedua (para pendulang pahala)
Mereka adalah orang-orang yang tidak mendahului cintanya dengan keharaman. Mereka para lelaki sejati yang mengetuk pintu saat menawarkan cinta. Mereka para pemuda yang menjaga kehormatan dan enggan mengobral cinta. Mereka mengikat cintanya dengan akad pernikahan. Kemudian berpacaran sambil mendulang pahala. Siapa sangka begitu banyak pahala yang diraup di sela-sela kemesraan suami istri.
Pada suatu hari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Dan pada hubungan intim salah satu diantara kalian dengan istrinya terdapat sedekah”. Mendengar ini maka para sahabat keheranan, bagaimana mungkin dalam syahwat terdapat pahala? Kemudian Nabi menjelaskan, ”Bagaimana pendapat kalian jika seseorang meletakkan syahwatnya pada yang haram? Bukankah itu dosa? Demikianlah, jika meletakkannya dalam kehalalan maka baginya pahala”. (H.R. Muslim).
Inilah keindahan Islam, bahkan dalam kesenangan terdapat pahala. Lalu bagaimana amal yang lainnya? Seperti kerja keras banting tulang untuk menghidupi anak istri? Tentu pahala yang diraup semakin banyak. Maka menikahlah wahai para pemuda, agar engkau bisa berpacaran sambil mendulang pahala. Putuskan hubunganmu dengan pacarmu, ketuklah pintu rumahnya kemudian temuilah ayahnya agar engkau bisa lekas meminang pujaan hati. Jangan takut dan ragu karena kemiskinan, yakinlah pertolongan Allah segera datang. Nabi telah menjanjikan hal ini dengan sabdanya, ”Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : orang yang berperang di jalan Allah, budak yang menebus dirinya dari tuannya, orang yang menikah dengan tujuan menjaga kehormatan dirinya”. (H.R. Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Syaikh Albani).


Penulis : Ustadz Roby Aryanto, S.T.

MOTTO
"Hidup tanpa tantangan tidak patut untuk dijalani, karena layang-layang terbang bukan mengikuti arus tapi justru menentangnya" 
#salam Persahabatan Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Read More..

Puisi Darah Juang

Posted by J Sabtu, 21 Desember 2013 0 komentar

Puisi Darah Juang

Pesan sang ibu....
Tatkala aku menyarungkan pedang
Dan bersimpuh diatas pangkuannya
Tertumpah rasa kerinduan ku pada sang ibu


Tangannya yang halus mulus
Membelai kepala ku...
Tergetarlah seluruh jiwa raga ku
Musnahlah seluruh api semangat juangku


Namun sang ibu berkata....
Anakku sayang, apabila kaki sudah melangkah 
Di tengah padang........
Tancapkanlah kaki mu dalam-dalam


Dan tetaplah terus bergumam
Sebab, gumam adalah mantra dari dewa-dewa
Gumam mengandung ribuan makna
Apabila, gumam sudah menyatu dengan jiwa raga
Maka gumam akan berubah menjadi teriakan-teriakan
Yang nantinya akan berubah menjadi gelombang salju yang besar
Yang nantinya akan mampu merobohkan istana yang penuh kepalsuan
Gedung-gedung yang di huni kaum munafik


Tatanan negeri ini sudah hancur, Anakku...
Dihancurkan oleh sang penguasa negeri ini
Mereka hanya bisa bersolek di depan kaca
Tapi, membiarkan punggungnya penuh noda
Dan penuh lendir hitam yang baunya kemana-mana


Mereka selalu menyemprot kemaluannya
Dengan parfum luar negeri
Di luar berbau wangi, didalam penuh dengan bakteri


Dan HEBAT_nya....
Sang penguasa negeri ini, pandai bermain akrobatik
Tubuhnya mampu dilipat-lipat
Yang akhirnya pantat dan kemaluannya sendiri
Mampu dijilat-jilat....


Anakku....Apabila pedang sudah kau cabut
Janganlah surut,janganlah bicara soal menang dan kalah
Sebab, menang dan kalah hanyalah mimpi-mimpi
Mimpi-mimpi muncul dari sebuah keinginan
Keinginan hanyalah sebuah khayalan
Yang hanya akan melahirkan, harta dan kekuasaan
Harta dan kekuasaan hanyalah balon-balon sabun
Yang terbang diudara...


Anakku, asahlah pedang
Ajaklah mereka bertarung ditengah padang
Lalu....Tusukkan pedangmu ditengah-tengah selangkangan mereka
Biarkan darah tertumpah dinegeri ini...
Satukan gumammu menjadi REVOLUSI


MOTTO
"Hidup tanpa tantangan tidak patut untuk dijalani, karena layang-layang terbang bukan mengikuti arus tapi justru menentangnya" 
#salam Persahabatan Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Read More..

Peringatan Hari Ibu bagi Muslim

Posted by J 0 komentar
Apakah boleh umat Islam turut memperingati hari ibu?
Hari Ibu adalah hari peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya.
Peringatan dan perayaan biasanya dilakukan dengan membebastugaskankan ibu dari tugas domestik yang sehari-hari diang`gap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya. Di Indonesia hari Ibu dirayakan pada tanggal 22 Desember dan ditetapkan sebagai perayaan nasional.
Berbakti pada Ibu Lebih Utama
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتِى قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « ثُمَّ أَبُوكَ »

Seorang pria pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu.’ Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dorongan untuk berbuat baik kepada kerabat dan ibu lebih utama dalam hal ini, kemudian setelah itu adalah ayah, kemudian setelah itu adalah anggota kerabat yang lainnya. Para ulama mengatakan bahwa ibu lebih diutamakan karena keletihan yang dia alami, curahan perhatiannya pada anak-anaknya, dan pengabdiannya. Terutama lagi ketika dia hamil, melahirkan (proses bersalin), ketika menyusui, dan juga tatkala mendidik anak-anaknya sampai dewasa” (Syarh Muslim, 8: 331).
Berbakti pada Ibu itu Setiap Waktu, Bukan Setahun Sekali
Allah Ta’ala berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS. Lukman: 14). Perintah berbakti di sini bukan hanya berlaku pada bulan Desember saja, namun setiap waktu.
Sebab Larangan Memperingati Hari Ibu bagi Muslim
1- Tasyabbuh dengan orang kafir
Peringatan hari ibu bukanlah perayaan umat Islam. Islam tidak pernah mengajarkannya sama sekali. Yang ada, perayaan tersebut diperingati hanya meniru-niru orang kafir. Islam hanya memiliki dua hari besar. Anas bin Malik mengatakan,

كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha.’” (HR. An Nasa’i no. 1557. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.“(HR. Abu Daud no. 4031. Hadits ini hasan shahih kata Syaikh Al Albani).
Ada hadits juga dalam kitab Sunan,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لاَ تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلاَ بِالنَّصَارَى

Bukan termasuk golongan kami yaitu siapa saja yang menyerupai (meniru-niru) kelakukan selain kami. Janganlah kalian meniru-niru Yahudi, begitu pula Nashrani.” (HR. Tirmidzi no. 2695, hasan menurut Syaikh Al Albani).
2- Tidak pernah dituntunkan dalam ajaran Islam
Perayaan tersebut adalah perayaan yang mengada-ngada, tidak pernah dituntunkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Mereka adalah orang-orang terbaik di masa salaf, namun tidak pernah memperingati hari tersebut. Jadi, peringatan tersebut bukan ajaran Islam.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, ulama besar dari Mesir pernah ditanya mengenai hukum perayaan hari Ibu. Beliauhafizhohullah menjawab, “Tidak ada dalam syari’at kita peringatan hari Ibu. Namun kita memang diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua kita. Dan ibu lebih utama untuk kita berbakti. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya siapakah yang lebih utama bagi kita untuk berbuat baik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ibumu sebanyak tiga kali, lalu bapakmu.” (Youtube:Hukmul Ihtifal bi ‘Iedil Umm)
Guru kami, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ath Thorifi hafizhohullah berkata, “Perayaan hari Ibu adalah perayaan dari barat. Mereka orang-orang kafir di sana punya perayaan hari ibu, juga ada peringatan hari anak. Kita -selaku umat Islam- tidak butuh pada peringatan hari Ibu karena Allah Ta’ala sudah memerintahkan kita untuk berbakti pada ibu kita dengan perintah yang mulia. Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, siapakah yang lebih berhak bagi kita untuk berbakti. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ibumu, ibumu, ibumu lalu bapakmu. … Intinya, kita selaku umat Islam tidaklah butuh pada peringatan hari ibu. Karena kita diperintahkan berbakti pada ibu setiap saat, tidak perlu bakti tersebut ditunjukkan dengan peringatan dan semisal itu. Intinya, peringatan tersebut tidaklah dituntunkan dalam Islam dan seorang muslim sudah sepantasnya tidak memperingatinya.” (Youtube: Al Ihtifal bi ‘Iedil Umm)
3- Istri Punya Kewajiban Bakti pada Suami
Jika yang diperingati pada peringatan hari ibu adalah membebastugaskankan ibu dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya, maka ini pun keliru. Karena berbaktinya istri pada suami dalam mengurus rumah tangga adalah suatu kewajiban. Bagaimana kewajiban ini dilalaikan hanya karena ada peringatan hari ibu? Padahal istri yang taat suami adalah wanita yang paling baik.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Selesai disusun selepas Jumatan di Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 17 Safar 1435 H, 01:30 PM
Oleh akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

MOTTO
"Hidup tanpa tantangan tidak patut untuk dijalani, karena layang-layang terbang bukan mengikuti arus tapi justru menentangnya" 
#salam Persahabatan Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Read More..

LIKE FANPAGE INDAHNYA PERSAHABATAN

KELUARGA HIMPUNAN

KELUARGA HIMPUNAN

Total Pengunjung