KONSEP PERNIKAHAN DALAM ISLAM
Minggu, 15 Desember 2013
0
komentar
KONSEP PERNIKAHAN DALAM
ISLAM
Oleh : Ust. Yazid Bin Abdul Qadir Jawas
KATA
PENGANTAR
Islam
adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan.
Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak
ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut
nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian
alam.
Dalam
masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari
kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala
resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam
mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun
tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana
namun tetap penuh dengan pesona. Islam mengajarkannya.
Nikah
merupakan jalan yang paling bermanfa'at dan paling afdhal dalam upaya
merealisasikan dan menjaga kehormatan, karena dengan nikah inilah seseorang
bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah. Oleh sebab itulah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendorong untuk mempercepat nikah,
mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya.
Nikah
merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis dalam diri
manusia, demi mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari persilangan
syar'i tersebut sepasang suami istri dapat menghasilkan keturunan, hingga
dengan perannya kemakmuran bumi ini menjadi semakin semarak.
Melalui
risalah singkat ini. Anda diajak untuk bisa mempelajari dan menyelami tata cara
perkawinan Islam yang begitu agung nan penuh nuansa. Anda akan diajak untuk
meninggalkan tradisi-tradisi masa lalu yang penuh dengan upacara-upacara dan
adat istiadat yang berkepanjangan dan melelahkan.
Mestikah
kita bergelimang dengan kesombongan dan kedurhakaan hanya lantaran
sebuah pernikahan ..?
Na'udzu
billahi min dzalik.
Wallahu
musta'an.
MUKADIMAH
Persoalan
perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk
dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup
manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan
sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi
pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral.
Karena
lembaga itu memang merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya Bani Adam, yang
kelak mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan kemakmuran di bumi
ini. Menurut Islam Bani Adam lah yang memperoleh kehormatan untuk memikul
amanah Ilahi sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para Malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata : "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau ?. Allah berfirman : "Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui". (Al-Baqarah : 30).
Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele,
tapi merupakan persoalan penting dan besar. 'Aqad nikah (perkawinan)
adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci (MITSAAQON GHOLIIDHOO),
sebagaimana firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya
kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain
sebagai suami istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu
perjanjian yang kuat". (An-Nisaa' : 21).
Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat
di dalamnya, khususnya suami istri, memelihara dan menjaganya secara
sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.
Agama
Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan
perkawinan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal,
melakukan khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak, serta
memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai
dalam proses nafaqah dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci dan
detail.
Selanjutnya
untuk memahami konsep Islam tentang perkawinan, maka rujukan yang paling sah
dan benar adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah Shahih (yang sesuai dengan pemahaman
Salafus Shalih -pen). Dengan rujukan ini kita akan dapati kejelasan tentang
aspek-aspek perkawinan maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai
perkawinan yang terjadi di masyarakat kita.
Tentu
saja tidak semua persoalan dapat penulis tuangkan dalam tulisan ini, hanya
beberapa persoalan yang perlu dibahas yaitu tentang : Fitrah Manusia, Tujuan
Perkawinan dalam Islam, Tata Cara Perkawinan dan Penyimpangan Dalam Perkawinan.
PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN
Agama
Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta'ala cocok dengan
fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh manusia menghadapkan
diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan.
Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya.
Perkawinan
adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena
nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila
gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia
akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam.
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Ar-Ruum :
30).
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam
telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah
sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat
asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam
terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan
sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata :
"Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia
telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah
dalam memelihara yang separuhnya lagi". (Hadist Riwayat Thabrani dan
Hakim).
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras
kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata
: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah
dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras". Dan beliau
bersabda :
"Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak
anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan
para Nabi kelak di hari kiamat". (Hadits Riwayat Ahmad dan di shahihkan
oleh Ibnu Hibban).
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang
bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang
peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin
meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa
sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita,
saya tidak akan kawin selamanya .... Ketika hal itu didengar oleh Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :
"Artinya : Benarkah kalian telah berkata
begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut
dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku
shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa
yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku". (Hadits
Riwayat Bukhari dan Muslim).
Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak
akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Kata
Syaikh Hussain Muhammad Yusuf : "Hidup membujang adalah suatu kehidupan
yang kering dan gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu
kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya
ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin
terlepas dari semua tanggung jawab".
Orang
yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang
bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan
rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya,
kendatipun ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara
terus menerus lama kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta
mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.
Jadi
orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu
sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu
adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan
bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin
dari karunia Allah.
Islam
menolak sistem ke-rahib-an karena sistem tersebut bertentangan dengan
fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat
Allah Ta'ala yang telah ditetapkan bagi makhluknya. Sikap enggan membina rumah
tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua
rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan manusia
tidak bisa menteorikan rezeki yang dikaruniakan Allah, misalnya ia berkata :
"Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak
cukup ?!".
Perkataan
ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan
hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah memerintahkan
untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan
memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang
nikah, dalam firman-Nya:
"Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui". (An-Nur : 32).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya :
"Artinya : Ada tiga golongan manusia yang
berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba
yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin
memelihara kehormatannya". (Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa'i,
Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu
Hurairah radliyallahu 'anhu).
Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk
nikah dan mereka anti membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.
Ibnu
Mas'ud radliyallahu 'anhu pernah berkata : "Jika umurku tinggal sepuluh
hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah
sebagai seorang bujangan". (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul 'Arus hal. 20).
TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Di
tulisan terdahulu [bagian kedua] kami sebutkan bahwa perkawinan adalah fitrah
manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad
nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor
menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo,
melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan
diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran
utama dari disyari'atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah
menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang
perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda
dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa
diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih
menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa
yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam
Al-Qur'an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika
suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana
firman Allah dalam ayat berikut :
"Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua
kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau menceraikan dengan
cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah
kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim". (Al-Baqarah : 229).
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan
syari'at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup
menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat
Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
"Artinya : Kemudian jika si suami
menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi
baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain
itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama
dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada
kaum yang (mau) mengetahui ". (Al-Baqarah : 230).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah
agar suami istri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum
ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah WAJIB. Oleh
karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang
Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon
pasangan yang ideal :
a. Harus Kafa'ah
b. Shalihah
a. Kafa'ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh
materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini
orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh
putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial
dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian.
Masalah Kufu' (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.
Menurut
Islam, Kafa'ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan,
dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri
itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa
Allah akan terwujud. Tetapi kafa'ah menurut Islam hanya diukur dengan
kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial,
keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu
orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya
melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat : 13).
"Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal". (Al-Hujuraat : 13).
Dan mereka tetap sekufu' dan tidak ada halangan
bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda
dan pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat
wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang
Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Wanita dikawini karena empat hal
: Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena
agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab
kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka". (Hadits Shahi Riwayat
Bukhari 6:123, Muslim 4:175).
b. Memilih Yang Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang
shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih.
Menurut Al-Qur'an wanita yang shalihah ialah :
"Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang
ta'at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah
telah memelihara (mereka)". (An-Nisaa : 34).
Menurut Al-Qur'an dan Al-Hadits yang Shahih di
antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
"Ta'at kepada Allah, Ta'at kepada Rasul,
Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan
(tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan
laki-laki yang bukan mahram, Ta'at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta'at
kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya".
Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah
tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang
agar dapat melahirkan generasi penerus umat.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut
konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik
kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu
lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal
shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah
(sedekah).
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan
istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat
keheranan dan bertanya : "Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan
nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?" Nabi shallallahu
alaihi wa sallam menjawab : "Bagaimana menurut kalian jika mereka (para
suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para
shahabat :"Ya, benar". Beliau bersabda lagi : "Begitu pula kalau
mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan
memperoleh pahala !". (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168
dan Nasa'i dengan sanad yang Shahih).
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan
perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam,
Allah berfirman :
"Artinya : Allah telah menjadikan dari
diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri
kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka
mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah
?". (An-Nahl : 72).
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan
hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi
yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.
Tentunya
keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam
yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak "Lembaga Pendidikan
Islam", tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat
anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena
pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik,
mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.
Tentang
tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga
itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih
besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan
mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi
umat Islam.
TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAM
Islam
telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan
Al-Qur'an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih
-peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang
muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih
dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini
Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang
lain (Muttafaq 'alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang
akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan
Darimi).
2. Aqad Nikah
Dalam
aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b.
Adanya Ijab Qabul.
c.
Adanya Mahar.
d.
Adanya Wali.
e.
Adanya Saksi-saksi.
Dan
menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang
dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.
3. Walimah
Walimatul
'urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah
hendaknya
diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.
diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.
Sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Makanan paling buruk adalah
makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan,
sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri
undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (Hadits
Shahih Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).
Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang
itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan
dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang
taqwa". (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad
3:38 dari Abu Sa'id Al-Khudri).
SEBAGIAN PENYELEWENGAN YANG TERJADI DALAM
PERKAWINAN YANG WAJIB DIHINDARKAN/DIHILANGKAN
1. Pacaran
Kebanyakan
orang sebelum melangsungkan perkawinan biasanya "Berpacaran" terlebih
dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu, atau masa
penjajakan atau dianggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan
jenisnya.
Adanya
anggapan seperti ini, kemudian melahirkan konsesus bersama antar berbagai pihak
untuk
menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari berintim-intim dua insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syari'at Islam.
menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari berintim-intim dua insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syari'at Islam.
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Jangan sekali-kali seorang
laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu
bersama mahramnya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk
berpacaran dan berpacaran hukumnya haram.
2. Tukar Cincin
Dalam
peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal ini bukan dari
ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, Nashiruddin Al-Bani)
3. Menuntut Mahar Yang Tinggi
Menurut
Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak mempersulit atau
mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan agar mempermudah
dan melarang menuntut mahar yang tinggi.
Adapun
cerita teguran seorang wanita terhadap Umar bin Khattab yang membatasi mahar
wanita, adalah cerita yang salah karena riwayat itu sangat lemah. (Lihat
Irwa'ul Ghalil 6, hal. 347-348).
4. Mengikuti Upacara Adat
Ajaran
dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya. Setiap acara, upacara
dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, maka wajib untuk dihilangkan.
Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan selalu meninggikan dan menyanjung adat
istiadat setempat, sehingga sunnah-sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
yang benar dan shahih telah mereka matikan dan padamkan.
Sungguh
sangat ironis...!. Kepada mereka yang masih menuhankan adat istiadat jahiliyah
dan melecehkan konsep Islam, berarti mereka belum yakin kepada Islam.
Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang
mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah
bagi orang-orang yang yakin ?". (Al-Maaidah : 50).
Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan
tata cara selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima oleh Allah dan kelak
di Akhirat mereka akan menjadi orang-orang yang merugi, sebagaimana firman
Allah Ta'ala :
"Artinya : Barangsiapa yang mencari agama
selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi".
(Ali-Imran : 85).
5. Mengucapkan Ucapan Selamat Ala Kaum Jahiliyah
Kaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata Birafa'
Wal Banin, ketika mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa'
Wal Banin (=semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh Islam.
Dari
Al-Hasan, bahwa 'Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang wanita dari Jasyam.
Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah : Birafa' Wal Banin.
'Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata : "Janganlah kalian
ucapkan demikian !. Karena Rasulullah shallallhu 'alaihi wa sallam melarang
ucapan demikian". Para tamu bertanya :"Lalu apa yang harus kami
ucapkan, wahai Abu Zaid ?".
'Aqil
menjelaskan :
"Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka
'Alaiykum" (= Mudah-mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan
melimpahkan atas kalian keberkahan). Demikianlah ucapan yang diperintahkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam". (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi
Syaibah, Darimi 2:134, Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain).
Do'a yang biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam ucapkan kepada seorang mempelai ialah :
"Baarakallahu laka wa baarakaa 'alaiyka wa
jama'a baiynakumaa fii khoir"
Do'a ini berdasarkan hadits shahih yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah:
'Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai,
beliau mengucapkan do'a : (Baarakallahu laka wabaraka 'alaiyka wa jama'a
baiynakuma fii khoir) = Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan
Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia mempersatukan kamu
berdua dalam kebaikan". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad 2:38, Tirmidzi,
Darimi 2:134, Hakim 2:183, Ibnu Majah dan Baihaqi 7:148).
6. Adanya Ikhtilath
Ikhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan
wanita hingga terjadi pandang memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara
laki-laki dan wanita. Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan wanita harus
dipisah, sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari semuanya.
7. Pelanggaran Lain
Pelanggaran-pelanggaran
lain yang sering dilakukan di antaranya adalah musik yang hingar bingar.
PENUTUP
Rumah
tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi
Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang),
Allah berfirman :
"Artinya : Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan
diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir".
(Ar-Ruum : 21).
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami
dan istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu
pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing yang
harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Sehingga
upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla'an
Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa
lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu
mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup
tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda "kemelut" perselisihan
dan percekcokan.
Bila
sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an surat
An-Nisaa : 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan
terakhir, yaitu "perceraian".
Marilah
kita berupaya untuk melakasanakan perkawinan secara Islam dan membina rumah
tangga yang Islami, serta kita wajib meninggalkan aturan, tata cara, upacara
dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam.
Ajaran
Islam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridlai oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala (Ali-Imran : 19).
"Artinya : Ya Tuhan kami, anugrahkanlah
kepada kami istri-istri dan keturunan yang menyejukkan hati kami, dan
jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertaqwa". (Al-Furqaan : 74)
Amiin.
Wallahu
a'alam bish shawab.
0 komentar:
Posting Komentar