SEJARAH BIMA
Selasa, 05 November 2013
0
komentar
Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika SultanAbdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankanPemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkansebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun. Bukti-bukti sejarahkepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima seperti Wadu Pa’a, WaduNocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di dusun Padende Kecamatan Donggomenunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni manusia. Dalam sejarahkebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas bangsa Melayu Purba danbangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan penduduk yang mendiamiDaerah Kabupaten Bima, mereka yang menyebut dirinya Dou Mbojo, DouDonggo yang mendiami kawasan pesisir pantai. Disamping penduduk asli,juga terdapat penduduk pendatang yang berasal dari Sulawesi Selatan, Jawa,Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
Kerajaan Bima dahulu terpecah –pecah dalam kelompok-kelompokkecil yang masing-masing dipimpin oleh Ncuhi. Ada lima Ncuhi yangmenguasai lima wilayah yaitu :1. Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayahBima Tengah2. Ncuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan3. Ncuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat4. NcuhiBanggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara5. Ncuhi Dorowani,memegang kekuasaan wilayah Bima Timur.
Kelima Ncuhi ini hidupberdampingan secara damai, saling hormat menghormati dan selalumengadakan musyawarah mufakat bila ada sesuatu yang menyangkutProfil Kabupaten Bima tahun 2008 2kepentingan bersama. Dari kelima Ncuhi tersebut, yang bertindak selakupemimpin dari Ncuhi lainnya adalah Ncuhi Dara. Pada masa-masa berikutnya,para Ncuhi ini dipersatukan oleh seorang utusan yang berasal dari Jawa.Menurut legenda yang dipercaya secara turun temurun oleh masyarakat Bima.Cikal bakal Kerajaan Bima adalah Maharaja Pandu Dewata yang mempunyai5 orang putra yaitu :1. Darmawangsa2. Sang Bima3. Sang Arjuna4. SangKula5. Sang Dewa.
Salah seorang dari lima bersaudara ini yakni Sang Bimaberlayar ke arah timur dan mendarat disebuah pulau kecil disebelah utaraKecamatan Sanggar yang bernama Satonda. Sang Bima inilah yangmempersatukan kelima Ncuhi dalam satu kerajaan yakni Kerajaan Bima, danSang Bima sebagai raja pertama bergelar Sangaji. Sejak saat itulah Bimamenjadi sebuah kerajaan yang berdasarkan Hadat, dan saat itu pulalah HadatKerajaan Bima ditetapkan berlaku bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Hadat iniberlaku terus menerus dan mengalami perubahan pada masa pemerintahanraja Ma Wa’a Bilmana. Setelah menanamkan sendi-sendi dasar pemerintahanberdasarkan Hadat, Sang Bima meninggalkan Kerajaan Bima menuju timur,tahta kerajaan selanjutnya diserahkan kepada Ncuhi Dara hingga putra SangBima yang bernama Indra Zamrud sebagai pewaris tahta datang kembali keBima pada abad XIV/ XV.
Beberapa perubahan Pemerintahan yang semula berdasarkan Hadat ketika pemerintahan Raja Ma Wa’a Bilmana adalah :- Istilah Tureli Nggampo diganti dengan istilah Raja Bicara.- Tahta Kerajaan yang seharusnya diduduki oleh garis lurus keturunan raja sempat diduduki oleh yang bukan garis lurus keturunan raja.
Perubahan yang melanggar Hadat ini terjadi dengan diangkatnya adik kandung Raja Ma Wa’a Bilmana yaitu Manggampo Donggo yang menjabat Raja Bicara untuk menduduki tahta kerajaan. Pada saat pengukuhan Manggampo Donggo sebagai raja dilakukan dengan sumpah bahwa keturunannya tetap sebagai Raja sementara keturunan Raja Ma Wa’a Bilmana sebagai Raja Bicara.Kebijaksanaan ini dilakukan Raja Ma Wa’a Bilmana karena keadaan rakyat pada saat itu sangat memprihatinkan, kemiskinan merajalela, perampokan dimana-mana sehingga rakyat sangat menderita. Keadaan yang memprihatinkan ini hanya bisa di atasi oleh Raja Bicara. Akan tetapi karena berbagai kekacauan tersebut tidak mampu juga diatasi oleh Manggampo Donggo akhirnya tahta kerajaan kembali di ambil alih oleh Raja Ma Wa’a Bilmana.Kira-kira pada awal abad ke XVI Kerajaan Bima mendapat pengaruh Islam dengan raja pertamanya Sultan Abdul Kahir yang penobatannya tanggal 5 Juli tahun 1640 M. Pada masa ini susunan dan penyelenggaraan pemerintahan disesuaikan dengan tata pemerintahan Kerajaan Goa yang memberi pengaruh besar terhadap masuknya Agama Islam di Bima. Gelar Ncuhi diganti menjadi Galarang (Kepala Desa). Struktur Pemerintahan diganti berdasarkan Majelis Hadat yang terdiri atas unsur Hadat, unsur Sara dan Majelis Hukum yang mengemban tugas pelaksanaan hukum Islam. Dalam penyelenggaraan pemerintahan ini Sultan dibantu Oleh :1. Majelis Tureli ( Dewan Menteri ) yang terdiri dari Tureli Bolo, Woha, Belo, Sakuru, Parado dan Tureli Donggo yang dipimpin oleh Tureli Nggampo/ Raja Bicara.2. Majelis Hadat yang dikepalai oleh Kepala Hadat yang bergelar Bumi Lumah Rasa NaE dibantu oleh Bumi Lumah Bolo. Majelis Hadat ini beranggotakan 12 orang dan merupakan wakil rakyat yang menggantikan hak Ncuhi untuk mengangkat/ melantik atau memberhentikan Sultan.3. Majelis Agama dikepalai oleh seorang Qadhi ( Imam Kerajaan ) yang beranggotakan 4 orang Khotib Pusat yang dibantu oleh 17 orang Lebe Na’E.
Seiring dengan perjalanan waktu, Kabupaten Bima juga mengalamiperkembangan kearah yang lebih maju. Dengan adanya kewenanganotonomi yang luas dan bertanggungjawab yang diberikan oleh pemerintahpusat dalam bingkai otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalamUndang-undang (UU) No. 22 tahun 1999 dan direvisi menjadi UU No. 33tahun 2004, Kabuapten Bima telah memanfaatakan kewenangan itu denganProfil Kabupaten Bima tahun 2008 3terus menggali potensi-potensi daerah baik potensi sumberdaya manusiamaupun sumberdaya alam agar dapat dimanfaatkan secara optimal untukmempercepat pertumbuhan daerah dan meningkatkan kesejahteraanmasyarakat.
Untuk memenuhi tuntutan dan meningkatkan pelayanan padamasyarakat, Kabupaten Bima telah mengalami beberapa kali pemekaranwilayah mulai tingkat dusun, desa, kecamatan, dan bahkan dimekarkanmenjadi Kota Bima pada tahun 2001. Hal ini dilakukan tidak hanya untukmemenuhi semakin meningkatkan tuntutan untuk mendekatkan pelayananpada masyarakat yang terus berkembang dari tahun ke tahun tetapi jugakarena adanya daya dukung wilayah. Sejarah telah mencatat bahwaKabuapten Bima sebelum otonomi daerah hanya terdiri dari 10 kecamatan,kemudian setelah otonomi daerah kecamatan sebagai pusat ibukotaKabupaten Bima dimekarkan menjadi Kota Bima, dan Kabupaten Bimamemekarkan beberapa wilayah kecamatannya menjadi 14 kecamatan danpada tahun 2006 dimekarkan lagi menjadi 18 kecamatan dengan pusatibukota kabupaten Bima yang baru dipusatkan di Kecamatan Woha. (Bappeda Kab. Bima)
Hubungan Darah Bima-Bugis-Makassar
Arus modernisasi dan demokratisasi disegala bidang kehidupan telah mempengaruhi cara pandang dan cara berpikir seluruh element masyarakat. Hubungan keakrabatan antar etnis dan bahkan hubungan darah sekalipun terpisahkan oleh tembok modernisasi dan demokrasi hari ini. Hubungan keakrabatan dan kekeluargaan yang terjalin selama kurun waktu 1625 – 1819 (194 tahun) pun terputus hingga hari ini. Hubungan kekeluargaan antara dua kesultanan besar dikawasan Timur Indonesia yaitu Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bima terjalin sampai pada turunan yang ke- VII. Hubungan ini merupakan perkawinan silang antara Putra Mahkota Kesultanan Bima dan Putri Mahkota Kesultanan Gowa terjalin sampai turunan ke- VI. Sedangkan yang ke- VII adalah pernikahan Putri Mahkota Kesultanan Bima dan Putra Mahkota Kesultanan Gowa. Berikut urutan pernikahan dari silsilah kedua kerajaan ini :
1. Sultan Abdul Kahir (Sultan Bima I) menikah dengan Daeng Sikontu, Putri Karaeng Kasuarang, yang merupakan adik iparnya Sultan Alauddin pada tahun 1625. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Abil Khair (Sultan Bima ke-II)
2. Sultan Abil Khair (Sultan Bima ke- II) menikah dengan Karaeng Bonto Je’ne. Adalah adik kandung Sultan Hasanuddin, Gowa pada tanggal 13 April 1646. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Nuruddin (Sultan Bima ke-III) pada tahun 1651.
3. Sultan Nuruddin (Sultan Bima ke-III) menikah dengan Daeng Ta Memang anaknya Raja Tallo pada tanggal 7 mei 168
4. dari pernikahan tersebut melahirkan Sultan Jamaluddin (Sultan Bima ke-IV)4. Sultan Jamaluddin (Sultan Bima ke IV) menikah dengan Fatimah Karaeng Tanatana yang merupakan putri Karaeng Bessei pada tanggal 8 Agustus 1693. dari pernikan tersebut melahirkan Sultan Hasanuddin (sultan Bima ke- V).
5. Sultan Hasanuddin (Sultan Bima ke- V) menikah dengan Karaeng Bissa Mpole anaknya Karaeng Parang Bone dengan Karaeng Bonto Mate’ne, pada tanggal 12 september 1704. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Alaudin Muhammad Syah pada tahun 1707 (Sultan Bima ke- VI)
6. Sultan Alaudin Muhammad Syah (Sultan Bima ke- VI) menikah dengan Karaeng Tana Sanga Mamonca Raji putrinya sultan Gowa yaitu Sultan Sirajuddin pada tahun 1727. pernikahan ini melahirkan Kumala Bumi Pertiga dan Abdul Kadim yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima ke- VII pada tahun 174
7. ketika itu beliau baru berumur 13 tahun. Kumala Bumi Pertiga putrinya Sultan Alauddin Muhammad Syah dengan Karaeng Tana Sanga Mamonca Raji ini kemudian menikah dengan Abdul Kudus Putra Sultan Gowa pada tahun 1747. dan dari pernikahan ini melahirkan Amas Madina Batara Gowa ke-II. Sementara Sultan Abdul Kadim yang lahir pada tahun 1729 dari pernikahan dari pernikahannya melahirkan Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII). Sultan Abdul Hamid (La Hami) dilahirkan pada tahun 1762 kemudian diangkat menjadi sultan Bima tahun 1773.7. Sultan Abdul Kadim (Sultan Bima ke- VII) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- mohon Maaf) melahirkan Sultan Abdul Hamid pada tahun 1762 dan Sultan Abdul Hamid diangkat menjadi Sultan Bima ke- VIII pada tahun 1773.
8. Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- Mohon Maaf) melahirkan Sultan Ismail pada tahun 1795. ketika sultan Abdul Hamid meninggal dunia pada tahun 1819, pada tahun ini juga Sultan Ismail diangkat menjadi Sultan Bima ke- IX
9. Sultan Ismail (Sultan Bima ke- IX) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- Mohon Maaf) melahirkan sultan Abdullah pada tahun 1827
10. Sultan Abdullah (Sultan Bima ke- X) menikah dengan Sitti Saleha Bumi Pertiga, putrinya Tureli Belo. Dari pernikahan ini abdul Aziz dan Sultan Ibrahim.
11. Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke- XI) dari pernikahannya melahirkan Sultan Salahuddin yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima ke- XII pada tahun 1888 dan memimpin kesultanan hingga tahun 1917.
12. Sultan Salahuddin (Sultan Bima ke- XII) sebagai Sultan Bima terakhir dari pernikahannya melahirkan Abdul Kahir II (Ama Ka’u Kahi) yang biasa dipanggil dengan Putra Kahi dan St Maryam Rahman (Ina Ka’u Mari). Putra Kahir ini kemudian Menikah dengan Putri dari Keturunan Raja Banten (Saudari Kandung Bapak Ekky Syachruddin) dan dari pernikahannya melahirkan Bapak Fery Zulkarnaen
Adalah sangat Ironi memang jika pada hari ini generasi baru dari kedua Kesultanan Besar ini kemudian tidak saling kenal satu sama lain. Bahkan pada zaman kerajaan, pertumbuhan dan perkembangan penduduk Gowa dan Bima merupakan Etnis yang tidak bisa dipisahkan dan bahkan masyarakat Gowa pada umumnya tidak bisa dipisahkan dengan Etnis Bima (Mbojo) sebagai salah satu Etnis terpenting dalam perkembangan kekuatan kerajaan Gowa. Dari catatan sejarah yang dapat dikumpulkan dan dianalisa, hubungan kekeluargaan antara kedua kesultanan tersebut berjalan sampai pada keturunan ke- IX dari masing-masing kesultanan, dan jika dihitung hal ini berjalan selama 194 tahun. Dari data yang berhasil dikumpulkan, dapat disimpulkan bahwa hubungan kesultanan Bima dan Gowa dengan pendekatan kekeluargaan (Darah) terjalin sampai pada tahun 1819. Analisa ini berawal dari pemikiran bahwa ada hubungan darah yang masih dekat antara Amas Madina Batara Gowa Ke- II anaknya Kumala Bumi Pertiga dengan Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII). Karena keduanya masih merupakan saudara sepupu satu kali. Bahkan ada kemungkinan yang lebih lama lagi hubungan ini terjalin. Yaitu ketika Sultan Abdul Hamid meninggal pada tahun 1819 dan pada tahun itu juga langsung digantikan oleh putra mahkotanya yaitu Sultan Ismail sebagai sultan Bima ke- IX. Karena Sultan Ismail ini kalau dilihat keturunannya masih merupakan kemenakan langsungnya Amas Madina Batara Gowa Ke- II, jadi hubungan ini ternyata berjalan kurang lebih 194 tahun.
Pada beberapa catatan yang kami temukan, bahwa pernikahan Salah satu Keturunan Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke- XI) masih terjadi dengan keturunan Sultan Gowa. Sebab pada tahun 1900 (pada kepemimpinan Sultan Ibrahim), terjadi acara melamar oleh Kesultanan Bima ke Kesultanan Gowa. Mahar pada lamaran tersebut adalah Tanah Manggarai. Sebab Manggarai dikuasai oleh kesultanan Bima sejak abad 17. Namun, pada catatan sejarah tersebut tidak tercatat secara jelas.(dari berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar